ANTARAKITA.ID – Janji politik, seringkali menjadi senjata utama para politisi untuk menarik simpati masyarakat. Terutama menjelang Pilkada serentak seperti saat ini. Namun, di balik manisnya janji-janji tersebut, tersimpan bahaya yang mengancam kualitas demokrasi.
Mengapa, sebab janji politik yang terlalu muluk atau tidak realistis dapat dimanfaatkan untuk memanipulasi opini publik. Politisi bisa dengan mudah membuai masyarakat dengan harapan-harapan palsu demi meraih kekuasaan. Ibarat kata “Kacang Lupa Kulitnya”.
Selain itu, ketika janji-janji politik tak kunjung terwujud, kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik akan terkikis. Gelo, Loro Ati, Muak dan lainnya. Hal ini dapat memicu apatisme politik dan bahkan radikalisme.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tak hanya itu, lebih parahnya lagi, untuk memenuhi janji politik yang tidak realistis, para politisi mungkin terdorong untuk melakukan tindakan korupsi. Korupsi inilah yang kemudian menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Misalnya jual beli jabatan, jual beli proyek, Nepotisme dan lain sebagainya.
Tak berhenti disini, janji-janji politik yang bersifat identik atau populisme dapat memicu perpecahan sosial. Sebab, politisi seringkali mengadu domba kelompok masyarakat tertentu untuk meraih dukungan. Mulai dari Black Campaign, politisasi agama, warna kulit, asal-usul dan sebagainya.
Kurangnya mekanisme yang efektif untuk meminta pertanggungjawaban para politisi atas janji-janji mereka membuat mereka merasa bebas untuk melanggar komitmennya. Bahkan seakan tak pernah mengucapkan janji tersebut. Cukup dengan embel-embel minta maaf dan ini itu. Terpenting bisa meligimitasi kekurangan dan tak terpenuhi janji manis tersebut.
Yang jelas, janji politik adalah bagian yang tidak terpisahkan dari demokrasi. Namun, kita perlu waspada terhadap bahaya yang mengintai di balik manisnya janji-janji tersebut. Dengan meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat, serta memperkuat sistem demokrasi, kita dapat meminimalisir dampak negatif dari janji politik yang tidak realistis. Salam Seger Waras. (*)
Penulis : redaksi
Editor : redaksi