Ruteng, Antarakita.id – Narasi dan aksi-aksi penolakan geotermal hingga kini masih ramai disuarakan. Pembangunan dan pengembangan proyek geotermal yang notabene energi ramah lingkungan tersebut dicap sebagai kegiatan yang merusak lingkungan. Seolah-olah lebih buruk dari pertambangan.
Padahal menurut UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, geotermal bukanlah kegiatan penambangan. Ataukah memang benar geotermal lebih buruk dari pertambangan? Hanya para ahli dibidangnya yang paham soal itu; bukan para pendenggung! Daripada memperdebatkan hal yang bukan keahlian kita maka lebih baik bicara fakta lapangan saja terkait kontribusi nyata geotermal bagi kehidupan masyarakat sekitar.
Tidak perlu bicara manfaat geotermal bagi masyarakat Islandia yang membor panas bumi di halaman rumah mereka; ataupun bicara Italia yang sejak tahun 1900an memanfaatkan energi panas bumi; apalagi bicara negara adidaya AS yang kini makin gencar memanfaatkan geotermal sebagai energi terbarukan. Mari kita bicara kontribusi nyata dari kehadiran PLTP Ulumbu di Desa Wewo dan kawasan Pocoleok.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pertama, stabilitas listrik
Tidak boleh dipungkiri bahwa listrik menjadi salah satu kendala utama masyarakat Manggarai terlebih Satarmese sebelum dioperasikannya geotermal PLTP Ulumbu pada 2011/2012. Apalagi di Desa Wewo yang diberlakukan sistem padam bergilir; bisa 2-3 hari listrik padam. Terlebih lagi di kawasan Pocoleok yang belakangan baru menikmati listrik.
Beroperasi normalnya PLTP Ulumbu dengan total kapasitas 2 X 2,5 MW kemudian memberikan pasokan listrik yang stabil bagi desa-desa sekitar (Wewo, Ponggeok, Umung dan Paka) sehingga sistem padam bergilir tidak lagi terjadi. Bahkan, kini PLTP Ulumbu menjadi pemasok arus utama untuk penerangan Kabupaten Manggarai dan sekitarnya.
Pengembangan PLTP Ulumbu di kawasan Pocoleok diniscayakan dapat memenuhi kebutuhan energi bersih di Manggararai Raya hingga menjangkau Pulau Flores. Mungkin banyak yang bertanya; bukankah energi yang ada sekarang sudah memenuhi kebutuhan energi? Ada 2 jawaban terkait hal ini: pertama, energi yang bersumber pada panas bumi adalah energi terbarukan dan ramah lingkungan sehingga kelak menggantikan energi fosil yang berdampak besar pada lingkungan.
Kedua, tanpa disadari (terutama oleh generasi “tua”) kebutuhan energi zaman sekarang makin tinggi karena kebutuhan pendidikan dan pekerjaan dewasa ini sangat membutuhkan stabilitas energi. Sekolah, perkuliahan hingga kursus keahlian; semuanya butuh energi untuk dapat terkoneksi. Begitu pula, pekerjaan yang banyak bergulat pada bidang teknologi terutama media-media sosial seperti menjadi konten kreator di Youtube, facebook, instagram hingga tiktok; pastilah butuh energi yang stabil.
Kedua, sumbangan untuk Gendang dan Sekolah
Selain stabilitas listrik, kehadiran PLTP Ulumbu juga memberikan dampak sosial yang nyata dalam bidang adat dan pendidikan.
Gendang-Gendang di Desa Wewo (Wewo, Lale dan Goling/Ara) diberi hibah oleh PLN untuk merehab Gendang sehingga menjadi rumah adat yang layak sebagai tempat utama melaksanakan ritual-ritual adat. terkait nominal sumbangan silahkan dikonfirmasi langsung ke pihak PLTP Ulumbu dan pihak penerima
Begitu pula di bidang pendidikan, SDN Damu yang berada disekitar lokasi PLTP mendapatkan hibah beberapa unit komputer untuk kebutuhan proses pelajaran. Belum lagi setiap diundang pada acara adat tahunan, perusahaan pasti selalu memberikan kontribusi. Sebenarnya bukan hanya Gendang dan Sekolah saja PLTP berkontribusi, bengkel-bengkel mebel yang berada di Desa Wewo juga pernah mendapatkan bantuan. Belum lagi kelompok kesebelasan bola kaki dan keenaman voli anak-anak muda. terkait nominal sumbangan silahkan dikonfirmasi langsung ke pihak PLTP Ulumbu dan pihak penerima
Ketiga, pemberdayaan masyarakat
Tidak berhenti pada aspek sosial, PLTP juga berkontribusi pada bidang peningkatan perekonomian masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan kegiatan-kegiatan pemberdayaan yang dilakukan PLN-PLTP terhadap masyarakat di sekitar PLTP. Tercatat di Desa Wewo sendiri, kelompok-kelompok binaan yang masih berjalan hingga sekarang berjumlah 10 kelompok. 6 kelompok hortikultura yang tersebar dibeberapa kampung desa Wewo (Wewo, Tantong, Damu); 3 kelompok budidaya ikan; dan 1 kelompok tamulawak.
Sementara itu, di kawasan Pocoleok yang terdiri dari banyak kampung PLN telah memberdayakan 21 kelompok tani. Kelompok tani ini tersebar hampir di seluruh kampung Pocoleok (Lungar, Ndajang, Mesir, Cako, Tere, Rebak). Kinerja kelompok-kelompok tani binaan PLN yang eksis saat ini telah menunjukan kesuksesan yang ditandai panen-penen raya yang telah mereka rasakan.
Bahkan, PLN UIP Nusra sukses menyabet dua penghargaan platinum dalam ajang Nusantara CSR Awards
NCSRA) 2024 dari La Tofi School of Social Resposibility pada malam penganugerahan yang berlangsung di Bali Room Hotel Indonesia Kempinski Jakarta, Rabu, 17 Juli 2024.
Ajang ini diikuti oleh lebih dari 50 perusahaan BUMN dan swasta yang mengangkat program CSR unggulan dari masing-masing perusahaan. Dari sekian program CSR yang dinilai, PT PLN (Persero) UIP Nusra meraih dua penghargaan predikat Platinum SDG’s.
Penghargaan tingkat nasional ini diberikan pada kategori SDG’s; (1) Mengakhiri Kelaparan: Membangun Desa Panas Bumi dengan Hortikultura; dan (2) Pendidikan yang Berkualitas: Menggerakan Masa Depan dengan Electric Vehicle.
Penghargaan pertama diterima PT PLN (Persero) UIP Nusra pada kategori ‘Mengakhiri Kelaparan’ pada program ‘Membangun Desa Panas Bumi dengan Hortikultura lokasi budidaya Hortikultura di sekitar kawasan eksisting Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu serta di sekitar wilayah pengembangan PLTP Ulumbu unit 5-6 di Poco Leok, Kabupaten Manggarai.
Pada program ‘Desa Berdaya’ Budidaya Hortikultura ini, PT PLN (Persero) membina sejumlah kelompok tani yang tersebar di sekitar kawasan PLTP Ulumbu guna meningkatkan kemandirian petani serta memperkaya komoditas hasil tani di wilayah kerja panas bumi (WKP).
Keempat, penyerapan tenaga kerja lokal
Dalam suatu kesempatan ketika menerima kunjungan dari kelompok anggota DPRD Provinsi NTT, Manager Pengelola PLTP Ulumbu Bapak Hosnan menerangkan bahwa penyerapan tenaga kerja lokal mencapai 96,94% dan hanya 3,06% tenaga kerja luar. Hosnan melanjutkan, tenaga kerja di PLTP Ulumbu berjumlah 98 orang dengan rincian 95 orang warga NTT dan 3 orang warga dari luar NTT. Dari 95 pekerja lokal NTT terdapat 83 pekerja warga Manggarai dengan komposisi 39 orang pekerja Satarmese. Sementara itu, terdapat 12 orang pekerja berasal dari luar Manggarai.
Ini fakta; bukan narasi mendukung-menolak.
Penulis : Fais Yonas
Editor : Pablo Q-run