ANTARAKITA.ID – Muntahar, terdakwa kasus pemalsuan Surat Keputusan (SK) Rukun Tetangga (RT) jalani sidang Ke-6 di Pengadilan Negeri Blora, Rabu (29/3/2023). Agendanya pembacaan tuntutan. Kepala Desa (Kades) Kentong, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora ini dituntut 6 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam sidang kemarin, JPU, Agustinus Dian Leo Putra meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Blora yang memeriksa dan mengadili perkara ini supaya menyatakan terdakwa Muntahar telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Turut serta memalsukan surat” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dalam dakwaan Penuntut Umum.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Muntahar dengan pidana penjara selama 6 bulan dikurangkan selama terdakwa berada dalam masa tahanan,” pintanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Agustinus Dian Leo Putra mengatakan, alasannya menuntut terdakwa dengan pidana penjara 6 bulan karena perbuatannya dianggap meresahkan masyarakat. Kemudian juga terdakwa bersikap sopan di persidangan serta merupakan tulang punggung keluarga.
Saat ini, terdakwa masih berstatus sebagai tahanan kota dan sempat menjalani tahanan rutan saat ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian. “Waktu di tingkat penyidikan itu pernah ditahan, kalau enggak salah tujuh hari,”
kata Dian usai sidang.
Terkait dengan tuntutan 6 bulan dikurangi masa tahanan, jaksa beranggapan tahanan kota dan tahanan rutan memiliki perbedaan dalam perhitungan. “Penahanan di kejaksaan itu kan tahanan kota, jadi statusnya seperlima, jadi lima hari penahanan kota itu sama dengan satu hari penahanan rutan,” terang dia.
Atas tuntutan JPU tersebut, terdakwa menyatakan akan mengajukan pembelaan pada sidang ke-7 yakni Senin (10/4) mendatang. “Iya, saya akan mengajukan pembelaan”, ucap Muntahar saat ditanya Isnaini Imroatus Solichah, selaku Hakim Ketua.
Sementara itu, Mulyono, selaku kuasa pelapor mengaku kecewa dengan tuntutan JPU yang hanya menuntut 6 bulan. “Padahal dari perbuatannya tersebut, saudara Bagus yang mendapat peringkat 2 sangat dirugikan. Karena seharusnya naik menjadi peringkat 1 menjadi Sekdes terpilih Desa Kentong. Ini jelas tidak adil. Dalam kasus-kasus sebelumnya, yaitu kasus Desa Nginggil dan Desa Beganjing juga dituntut sama
yaitu 6 bulan. Ini jelas tidak lazim,” ucapnya.
Menurutnya, pemalsuan dokumen yaitu KUHP 263 ayat 1 ancaman hukumannya adalah 6 tahun. “Masak hanya dituntut 6 bulan. Padahal kasus Beganjing dan Nginggil berbeda dengan kasus Desa Kentong. Dimana Desa Kentong ada yang peserta Perades yang dirugikan. Sehingga tidak bisa dilantik menjadi Sekdes terpilih. Ini jelas tidak adil,” imbuhnya. (*)
Penulis : Sub
Editor : Redaksi